Jumat, 29 April 2016

Cafe itu, meja 21

Aku terus berjalan tak peduli senja yang tertutup gedung-gedung pencakar langit di kanan kiri gang sempit itu. Aneh memang, karena aku tak pedulikan senja yang biasa kucari. Pikiranku hanya satu, kita akan bertemu dan seratus langkah sebelum aku sampai di cafe itu, kau sudah menungguku dengan gaya dudukmu yang tidak pernah tau betapa aku segerakan langkahku. Barangkali, tubuhmu memang yang sudah terlalu muak untuk sekedar bersandar diatas kursi itu, atau memang kau tidak pernah berusaha untuk menungguku dengan raut "mengharap" seperti halnya aku menunggumu di koridor stasiun dulu, dan sekali itu. Hingga dua langkah sebelum aku tiba di meja 21, tempat biasa kita bertemu, memesan 2 cangkir kopi yang juga jadi kesukaanku setelah menemuimu di stasiun itu. Hingga kunikmati secangkir kopi dan ku baru tersadar secangkir lain sudah mendingin diatas meja 21, tepat di depan kursi yang seharusnya milikmu.






Prawirotaman, 29 April 2016